Sabtu, 04 Desember 2010


I. PENDAHULUAN





1.1    Latar Belakang
         Studi kelayakan pabrik kopi arabika merupakan suatu studi lanjutan dari perancangan pabrik pengolahan kopi arabika (coffea arabika l) yang merupakan hasil penelitian sebelumnya. Analisis kelayakan pabrik tersebut bertujuan untuk menentukan layak atau tidak layaknya  pabrik yang telah dirancang tersebut dapat dijalankan yang dinilai dari segi analisis biaya ekonomi/keuangan. Hasil analisis kelayakan ekonomi pabrik tersebut menggambarkan  usaha yang akan dijalankan termasuk perkiraan laba yang akan diperoleh dimasa depan. Pada prakteknya banyak sekali rencana bisnis yang dalam penyajiannya hanya menitikberatkan pada aspek pasar dan keuangan (Marselius, 2007).
            Menurut Tarmudji (1993) studi kelayakan sangat berperan dalam proses pengambilan keputusan investasi. Dimana kesimpulan yang disajikan pada akhir studi tersebut merupakan dasar pertimbangan (dari segi ekonomi) untuk memutuskan apakah investasi pada proyek tersebut jadi dilaksanakan atau tidak. Husnan, dkk (2000) menambahkan bahwa tujuan dari studi kelayakan proyek tersebut adalah untuk menghindari permasalahan yang timbul yaitu keberlanjutan penanaman modal yang terlalu besar untuk kegiatan yang pada kenyataannya tidak menguntungkan.
            Oleh sebab itu diperlukan analisis finansial,  dimana analisis tersebut merupakan suatu analisis yang membandingkan antara biaya-biaya dengan manfaat (keuntungan) untuk menentukan apakah suatu proyek akan menguntungkan selama umur proyek. Pengkajian aspek ekonomi dan keuangan dapat memperhitungkan berapa jumlah dana yang dibutuhkan untuk membangun kemudian mengoperasikan proyek (Sutojo, 1993).
            Ardi  (2007) menambahkan bahwasanya maksud dan tujuan menganalisis aspek keuangan dengan baik dari suatu studi kelayakan proyek adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dapat membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan guna menghindari kerugian yang timbul akibat analisis keuangan yang tidak tepat. Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kelayakan pabrik dari aspek ekonomi dan keuangan.
1.2    Tujuan Penelitian
         Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kelayakan rancangan pabrik pengolahan kopi Arabika (Coffea arabika L) dari segi biaya ekonomi.
1.3    Ruang Lingkup Penelitian
         Analisis kelayakan pabrik meliputi beberapa aspek yang sangat penting yaitu : aspek lokasi, manajemen, ekonomi, keuangan, hukum dan lingkungan. Namun dalam penelitian ini dibatasi pada analisis kelayakan pabrik kopi arabika berdasarkan aspek ekonomi dan keuangan. Untuk menjelaskan kelayakan pabrik kopi arabika dari aspek ekonomi dan keuangan maka dilakukan perhitungan beberapa analisis sebagai berikut :
-                Analisis perhitungan biaya tetap dan biaya variable
-                Analisis perhitungan biaya produksi keseluruhan (Total Production Cost)
-                Analisis metode evaluasi pabrik yaitu  Break event Point, NPV, Internal rate  of  return, pay back periode, dan B/C ratio

1.4    Manfaat Penelitian
         Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:
-                Untuk melakukan penilaian dari kelayakan usaha produksi kopi sehingga       dapat dijadikan dasar bagi investor untuk membuat keputusan investasi             secara lebih obyektif.
-                Dapat dimanfaatkan sebagai penunjang kelancaran tugas dalam melakukan    penilaian usaha produksi kopi baru serta pengembangannya dimasa yang     akan datang.

II. TINJAUAN PUSTAKA



2.1    Kopi Arabika (Coffea arabica  L)
             Kopi merupakan bahan minuman tidak saja terkenal di Indonesia tapi juga terkenal di seluruh dunia. Hal ini disebabkan karena kopi baik dalam bentuk bubuk maupun seduhannya memiliki aroma yang khas yang tidak dimiliki oleh bahan minuman lainnya (Ridwansyah, 2003). Bagaimanapun pendapat orang tentang minum kopi yang dikaitkan dengan masalah kesehatan, rasa dan aroma yang khas dari kopi membuat banyak orang kecanduan (Sentani, 1991).
            Kopi arabika merupakan jenis tanaman kopi pertama yang dikenal dan dibudidayakan di Indonesia, bahkan termasuk kopi yang paling banyak diusahakan hingga akhir abad ke-19 (AAK, 1974). Kedudukan tanaman kopi Arabika dalam taksonomi tumbuhan menurut Plantamor (2008) adalah sebagai berikut :
Kingdom            : Plantae
Subkingdom       : Tracheobionta   
Superdivisio       : Spermatophyta   
Divisio                : Magnoliophyta   
Kelas                  : Magnoliopsida   
Sub-kelas            : Asteridae
Ordo                   : Rubiales
Familia               : Rubiaceae   
Genus                 : Coffea
Spesies               : Coffea arabica  L.
            Sektor usaha perkebunan di Indonesia telah tumbuh dan berkembang melalui usaha perkebunan rakyat. Salah satu komoditas perkebunan yang dapat dikembangkan melalui kemitraan usaha tersebut adalah kopi (BPS, 2007). Kopi merupakan salah satu komoditi andalan sub sektor perkebunan, karena peranannya yang cukup menonjol sebagai sumber pendapatan masyarakat, kesempatan kerja dan perolehan devisa. Kopi Indonesia dewasa ini dihasilkan dari kebun rakyat, yakni sekitar 94% produksi nasional (Sentani, 1991).
            Rata-rata produksi tanaman kopi Arabika adalah (4,5-5 kuintal kopi beras/ha/tahun), tetapi mempunyai kualitas, cita rasa, dan harga relatif lebih tinggi dibandingkan jenis kopi lainnya seperti kopi robusta dan lainnya. Bila dikelola secara intensif, produksinya bisa mencapai 15-20 kuintal/ha/tahun dengan rendemen sekitar 18%. Umumnya tanaman ini berbuah sekali dalam setahun, tetapi bisa berbuah lebih dari sekali dalam setahun apabila sesekali mendapat hujan kiriman (hujan yang turun dimusin kemarau) (Najiyati dan Darnati, 2002).















Tabel 1.   Luas  Area Tanam  dan  Produksi  Kopi   Perkebunan   Rakyat       Menurut   Kabupaten/Kota  di   Provinsi   Aceh    Tahun  2005-2006
                                                     No
Kabupaten/kota
2005
2006
Luas (ha)
Produksi (Ton)
Luas (ha)
Produksi (Ton)
1.
Simelue
101
9
158
13
2.
Aceh Singkil
124
38
132
49
3.
Aceh Selatan
1.590
491
1.590
504
4.
Aceh Tenggara
2.882
1.538
316
45
5.
Aceh Timur
281
139
281
60
6.
Aceh Tengah
46.296
19.867
46.493
22.757
7.
Aceh Barat
533
176
533
181
8.
Aceh Besar
1.465
764
1.466
760
9.
Pidie
9.261
2.046
9.522
2.048
10.
Bireun
729
455
724
461
11.
Aceh Utara
975
285
975
243
12.
Aceh Barat Daya
560
225
560
225
13.
Gayo Lues
1.562
1.190
2.489
815
14.
Aceh Tamiang
115
13
105
14
15.
Nagan Raya
1.360
641
1.360
565
16.
Aceh Jaya
1.176
632
1.326
300
17.
Bener Meriah
26.259
7.581
39.490
12.840
18.
Banda Aceh
0
0
0
0
19.
Sabang
0
0
0
0
20.
Langsa
0
0
6
0
21.
Lhokseumawe
18
14
18
14
Jumlah/total
95.287
36.108
107.544
41.894
Sumber : Disbun Provinsi Aceh (2006).

2.2  Analisis Kelayakan Pabrik Kopi
            Analisis ekonomi sangat berperan dalam menentukan layak atau tidaknya dijalankan pabrik kopi yang telah dirancang dimana analisis ekonomi pabrik dapat memegang peranan penting dalam peningkatan produksi. (Fazna, 2009). Suatu pabrik layak didirikan jika telah memenuhi syarat yaitu keamanannya terjamin dan tentu saja dapat mendatangkan keuntungan. Dalam hal ini kita akan memfokuskan pada kelayakan secara ekonomi saja (Bardan, 2009), hal ini dikarenakan analisis biaya ekonomi tersebut berguna menunjang kelancaran proses produksi secara optimal, sehingga kapasitas dan kualitas produksi yang direncanakan dapat dicapai dengan tingkat biaya yang paling ekonomis (Fazna, 2009).
            Menurut Bardan (2009) untuk mendirikan suatu pabrik diperlukan modal yang cukup besar. Modal ini bisa berasal dari investor maupun dari pinjaman bank. Sedangkan laba atau profit diperoleh dari hasil pengurangan harga jual dengan biaya produksi. Selain berorientasi pada perolehan keuntungan, perusahaan juga harus bisa mengembalikan modal apalagi jika modal itu berasal dari pinjaman. Uji kelayakan ekonomi dapat dinyatakan dalam bentuk titik break even point. Nilai Break even point yang baik untuk pabrik kimia biasanya berkisar antara 40% – 60% dari kapasitas maksimum.
            Analisis kelayakan pabrik pengolahan kopi arabika adalah alat yang secara sadar dirancang untuk merealisasikan usaha-usaha baru dan pengembangan usaha yang sudah ada secara obyektif didasarkan pada penilaian yang didukung oleh data yang lengkap dan dijamin keabsahannya, serta dikaji dan dibahas oleh para ahli yang memiliki kompetensi untuk tujuan tersebut (Husein Umar, 2007).
            Hal yang terpenting dari analisis ini adalah dapat memperoleh proyeksi laba rugi, dimana proyeksi laba rugi merupakan ringkasan penerimaan dan pembiayaan perusahaan setiap periode akuntansi dan memberikan kemajuan perusahaan dari waktu ke waktu. Hal ini dapat membantu para pihak manajemen keuangan dalam menganalisis keuangan dengan benar sehingga memperoleh keuntungan dari perusahaan tersebut (Ardi, 2007).
            Peters (1991) menambahkan bahwa dalam menganalisis kelayakan pendirian pabrik  dari segi biaya ekonomi diperlukan perhitungan harga peralatan, harga bahan baku, biaya produksi dan hasil penjualan. Adapun tujuan dari perhitungan ini adalah untuk mengetahui layak atau tidaknya suatu pabrik didirikan.
2.2.1    Analisis Total Capital Investment (TCI)
            Total capital investment merupakan modal yang dibutuhkan untuk mendirikan pabrik dan menjalankannya dalam waktu tertentu. Capital investment adalah jumlah biaya yang harus dikeluarkan agar suatu pabrik dapat terwujud dan dapat beroperasi. Secara garis besar capital investment dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu, modal tetap (fixed capital investment)  dan  modal kerja (working capital investment)
         Total capital investment (TCI) merupakan jumlah dari fixed capital investment dan working capital investment.
1.        Modal Tetap (Fixed Capital Investment)
Modal Tetap adalah jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk pembelian dan pemasangan seluruh proses serta peralatan penunjang lainnya (Peters, 1991).
            Menurut Irwanto (1980) biaya (beban) gedung juga merupakan modal tetap. Biaya Beban /gedung terhadap mesin  alat pertanian sebetulnya tidak nyata nilai uangnya akan tetapi dapat terlihat terhadap mesin/alat. Umumnya garasi/gedung mengakibatkan:
-  Manajemen yang lebih baik
-  Perbaikan yang mudah dan aman
-  Penampilan yang teratur dan baik
-  Dapat mengurangi kerusakan terhadap mesin/alat
      Oleh karena itu, adanya biaya yang harus dibebankan pada mesin/alat tersebut walaupun sukar untuk menentukanya. Jelasnya dapat kita bayangkan bagaimana keadaan mesin/alat, perbaikannya, kerusakan yang berat seandainya tidak ada garasi atau gedung. Ini akan menjadi kerugian yang besar (Irwanto, 1980).
2.    Modal Kerja (Working Capital Investment)
       Modal Kerja adalah jumlah biaya yang harus dikeluarkan setelah pabrik berdiri. Biaya ini dimaksudkan untuk pembiayaan pabrik pada masa awal operasi yang meliputi biaya start-up, gaji karyawan serta kebutuhan lainnya. Data yang dibutuhkan untuk membuat analisa ekonomi secara terperinci sangat terbatas, maka dalam perencanaan pabrik ini digunakan studi estimate. Studi estimate adalah suatu metode dimana semua investasi pabrik dihitung berdasarkan harga peralatan pabrik.



2.2.2    Analisis Biaya Tetap (Fixed Cost)
            Menurut Giatman (2006) Biaya tetap adalah biaya yang harus dikeluarkan relatif sama walaupun volume produksi berubah dalam batas-batas tertentu. Contoh, biaya listrik untuk penerangan, telepon, air bersih, gaji karyawan tetap dan lain-lain. Khotimah (2002) menambahkan biaya tetap adalah suatu biaya yang tidak dipengaruhi oleh naik turunnya produksi yang dihasilkan. Biaya tetap adalah biaya yang tetap dikeluarkan baik pada saat pabrik berproduksi maupun tidak. Biaya ini mencakup depresiasi dan pajak (Bardan, 2009).
Menurut Irwanto (1980) unsur-unsur biaya tetap yang termasuk dalam komponen ini adalah:
a)    Biaya penyusutan
Untuk mendukung kegiatan produksi, suatu pabrik pengolahan kopi memerlukan mesin serta peralatan pada beberapa tahapan proses produksi. Peralatan serta mesin yang digunakan dalam proses pengolahan kopi disesuaikan dengan kapasitas produksi (Fazna, 2009).
Irwanto (1980) menambah biaya penyusutan bervariasi menurut umur desain dan perkiraan umur pemakaian dari mesin/alat. Penyusutan dapat didefenisikan sebagai penurunan (pemerosotan) dari nilai modal suatu mesin/alat akibat pertambahan umumnya. Biaya penyusutan sering merupakan biaya yang terbesar perjamnya dan juga dapat merupakan ukuran penurunan nilai suatu mesin/alat selama waktu yang terus berjalan tetapi perduli apakah mesin/alat tersebut dipakai atau tidak.
Wijanto (1996) menyatakan bahwa harga pembelian mesin adalah harga mesin sampai di lokasi. Nilai sisa adalah harga jual mesin setelah mencapai umur teknisnya. Nilai sisa diperkirakan senilai 10% dari harga pembelian.
Menurut Irwanto (1980) faktor-faktor yang menyebabkan nilai suatu mesin/alat dapat merosot, adalah:
-    Adanya bagian-bagian mesin/alat menjadi rusak karena pemakaian tidak dapat bekerja lagi seefektif pada keadaan sebelumnya. Umumnya yang dimaksud bagian mesin/alat disini adalah bagian utama yang tidak ekonomis lagi bila diganti.
-    Adanya peningkatan biaya operasi yang dibutuhkan perunit output yang sama   pada tingkat performance mesin yang sudah terpakai lama dibandingkan dengan yang masih baru.
-    Munculnya mesin/alat model baru yang lebih efisien dan praktis akibat perkembangan teknologi. Model baru ini mengakibatkan nilai mesin/alat model lama menjadi merosot.
-    Adanya pengembangan proyek atau perusahaan. Proyek atau perusahaan yang bertambah besar mengakibatkan mesin/alat yang ada dan sudah lama menjadi lebih tidak sesuai lagi dengan perkembangannya yang baru, sehingga mesin/alat yang lama menjadi merosot nilainya.
b)      Biaya pajak bumi bangunan
Menurut Fery (2007) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan. Raden (2007) menambahkan jika kita membeli rumah dan atau tanah, maka nilai transaksi pembelian kita bukanlah NJOP atau sales value sebagaimana dimaksud diatas. NJOP yang ditetapkan oleh kantor pajak adalah nilai penjualan rata-rata. Karena itu, untuk memudahkan penghitungan PBB terutang adalah dengan membuat klasifikasi bumi dan bangunan, yaitu pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya. Klasifikasi bumi dan bangunan ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan dan berlaku untuk seluruh Indonesia. Klasifikasi dimaksud sekaligus sebagai pedoman penentuan NJOP.
Faktor-faktor yang diperhatikan dalam dalam penentuan klasifikasi bumi adalah :
1. letak;
2. peruntukan;
3. pemanfaatan;
4. kondisi lingkungan dan lain-lain.

Faktor-faktor yang diperhatikan dalam dalam penentuan klasifikasi bangunan adalah :
1. bahan yang digunakan;
2. rekayasa;
3. letak;
4.  kondisi lingkungan dan lain-lain.



2.2.3    Analisis Biaya Variable
Menurut Iwan (2009) Karakteristik  dari biaya variable adalah biaya berubah total sebanding perubahan tingkat aktivitas Biaya satuan tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan (biaya satuan konstan). Unsur-unsur yang termasuk biaya variable sebagai berikut :
1.    Biaya bahan bakar
2.    Biaya sumber tenaga
3.     Biaya perkakas kecil
4.    Gaji pesuruh pabrik

Giatman (2006) menambahkan biaya variable adalah biaya yang berubah besarnya secara proporsional  dengan jumlah produk dibuat. Adapun yang termasuk biaya variable adalah :
1.    Biaya Bahan baku
         Menurut Manulang (1981), harga bahan baku terdiri dari bahan mentah dan bahan pembantu. Untuk menetapkan harga pokok, maka baik harga bahan mentah maupun harga bahan pembantu harus diperhitungkan. Dengan demikian pertanyaan yang timbul berhubungan dengan pemakaian bahan ini adalah berapa jumlah bahan mentah dan bahan pembantu yang digunakan dalam proses produksi. Dalam hal ini harus pula diperhatikan jumlah bahan mentah dan bahan pembantu yang sesungguhnya dipergunakan, ataukah jumlah bahan mentah dan bahan pembantu yang seharusnya dipergunakan.
Bahan baku yang awalnya memiliki nilai guna rendah jika diolah dalam pabrik akan menghasilkan suatu produk, baik produk akhir maupun produk intermediate, yang nilai gunanya lebih tinggi. Dengan mengubah nilai guna suatu bahan maka nilai jualnya juga berubah. Nilai jual yang tinggi tentu saja sangat diharapkan oleh semua pabrik karena dari situ perusahaan pengolahan mendapatkan laba  (Bardan , 2009).
            Harga pokok penjualan merupakan harga terendah dari produk yang tidak mengakibatkan kerugian bagi produsen. Harga jual adalah harga yang ditetapkan dengan mengikuti harga pasar, dan harga jual biasanya lebih tinggi dibandingkan harga pokok penjualan (Ardi, 2007). Peters (1991) menambahkan biaya penjualan adalah segala pengeluaran yang berhubungan dengan penjualan hasil produksi.
                  Dalam hal ini yang harus diperhatikan dalam menangani harga penjualan tersebut adalah :
-   Produksi kapasitas pabrik
-  Harga jual produk kopi
-  Hasil penjualan produk kopi
Bahan baku kopi beras berupa buah kopi Arabika (Coffea arabika L) atau disebut juga kopi gelondong (kopi cherry) dibutuhkan, dan untuk bahan pembantu adalah Bahan pembantu untuk pengolahan biji kopi yaitu air bersih. Air dalam proses pengolahan kopi digunakan dalam proses :
a) Sortasi gelondong.
Dalam proses ini air digunakan sebagai media sortasi, yakni dengan menggunakan prinsip berat jenis biji kopi, dimana buah kopi akan dimasukkan ke dalam bak syphon yang dipenuhi air (Fazna, 2009).
b) Pulper.
Aliran air dalam mesin pulper berfungsi untuk membantu mekanisme pengaliran buah kopi di dalam silinder. Disamping itu, lapisan air juga berfungsi untuk mengurangi tekanan gesekan silinder terhadap buah kopi sehingga kulit tanduknya tidak pecah (Fazna, 2009).
c)  Pencucian.
Penggunaan air dalam proses ini adalah untuk menghilangkan lendir pada biji kopi yang telah selesai difermentasi, serta menghanyutkan kulit buah atau kotoran lain yang ikut terbawa setelah proses pulping (Fazna, 2009).
       Dalam hal ini, untuk bahan baku harga-harganya dihitung selama pengoperasian pabrik selama satu tahun yang meliputi: harga penggunaan bahan baku yang dibutuhkan, harga bahan baku per kg, dan harga pembelian bahan baku per tahun (Peters, 1991).
2.    Gaji karyawan lepas
         Adapun perhitungan gaji karyawan merupakan suatu faktor yang sangat penting dan termasuk biaya rutin. Biaya rutin meliputi pengeluaran untuk keperluan untuk upah operator mesin, upah bagian sortir, biaya bahan bakar minyak, dan biaya transportasi untuk pembelian barang (Peters, 1991).       
         Tenaga kerja yang diperhitungkan adalah tenaga kerja standar, sedangkan biaya tenaga kerja yang diperhitungkan pada harga pokok adalah waktu tenaga kerja standar dikalikan dengan upah tiap kesatuan tenaga kerja itu. Tenaga kerja yang dimaksud ialah tenaga kerja yang memproduksikan barang hasil produksi (Manulang, 1991).
     
2.2.4    Total Biaya Produksi (Total Production Cost)
            Sebelum kita menelusuri tentang biaya produksi maka terlebih dahulu kita perlu memahami tentang sifat proses produksi. Dalam perusahaan yang bersifat industri terdapat dua macam sifat proses produksi yaitu: proses produksi yang bersifat kontinyu yaitu menghasilkan barang secara besar-besaran atau disebut juga produksi massal, dan proses produksi yang bersifat tidak kontinyu menghasilkan barang satu demi satu, atau juga sering disebut produksi satuan.
               Ada beberapa jenis-jenis biaya yang harus diperhatikan dalam perhitungan biaya produksi tersebut antara lain sebagai berikut :
a.       Biaya produksi langsung ialah biaya yang langsung diterapkan kepada suatu jumlah hasil produksi tertentu. Biaya yang termasuk didalamnya biaya untuk membeli bahan mentah dan upah yang dibayar kepada tenaga kerja dalam suatu proses produksi langsung kepada hasil produksi yang bersangkutan.
  1.   Biaya produksi tidak langsung adalah biaya yang tidak langsung diterapkan kepada suatu jumlah hasil produksi tertentu akan tetapi kepada suatu prestasi. Dengan perkataan lain, biaya ini merupakan biaya langsung kepada suatu prestasi tertentu. Biaya yang termasuk didalamnya adalah biaya penyusutan mesin, dan penyusutan gedung (Manulang 1981). Biaya produksi tidak langsung adalah biaya yang dikeluarkan untuk mendanai hal-hal yang secara tidak langsung membantu proses produksi, antara lain (seperti rekreasi karyawan), laboratorium, plant overhead, packing dan pengapalan (Bardan, 2009).
Biaya umum adalah segala macam pengeluaran yang harus dibayar tanpa memperhatikan tingkat proses produksi dari perusahaan. Menurut sifatnya biaya ini adalah biaya tidak langsung dan apabila perusahaan menghasilkan lebih dari satu hasil produksi maka harus dibagikan kepada para pemikul biaya. Akan tetapi dalam beberapa perusahaan istilah biaya umum ini dianggap sebagai biaya langsung bagi perusahaan yang bersangkutan (Manulang 1981). Perhitungan biaya produksi langsung tersebut terdiri atas : biaya pembuatan (manufacturing cost), dan biaya pengeluaran umum (general expance cost) (Peters, 1991).
2.2.4.1   Biaya Pembuatan (Manufacturing Cost)
Perusahaan manufaktur adalah perusahaan yang kegiatan pokoknya mengolah bahan baku menjadi produk jadi dan memasarkan hasil produksi tersebut. Bagian-bagian yang dibentuk untuk melaksanakan fungsi produksi dibagi menjadi dua kelompok yakni :
a.       Bagian-bagian yang mengolah secara langsung bahan baku menjadi produk jadi dan bagian-bagian yang membantu menyediakan jasa untuk memperlancar proses pengolahan bahan baku departemen-departemen produksi.
b.      Departemen-departemen pembantu (jasa) (Muliyadi, 2009).
1.      Biaya produksi langsung (Direct Production Cost)
   Total dari biaya produksi langsung tersebut adalah jumlah dari keseluruhan biaya tersebut :
a. Gaji karyawan lepas
b. Biaya bahan baku, dsb.
 (Peters, 1991).
2.      Biaya tetap (fixed cost)
         Biaya tetap adalah biaya yang tetap dikeluarkan baik pada saat pabrik berproduksi maupun tidak. Biaya ini mencakup depresiasi, pajak dan asuransi (Bardan, 2009).
   Menurut Iwan (2009) total dari biaya tetap (fixed cost) ini adalah jumlah dari keseluruhan biaya – biaya berikut :
a. Depresiasi peralatan
b. Pajak lokal (pajak bumi bangunan)
c.  Gaji Karyawan tetap
               Peters (1991) juga menambahkan bahwa bunga pinjaman dari modal pinjaman beserta asuransi juga termasuk dalam biaya tetap.
3.      Biaya Pabrikasi Tidak Langsung (Plant Overhead Cost /POC)
         Menurut Abas (1997) Plant overhead merupakan biaya pabrikasi tak langsung biasanya diperhitungkan kedalam harga pokok berdasarkan tarif yang ditentukan lebih dahulu. Prosedur ini perlu ditempuh dikarenakan perusahaan tidak dapat menunggu sampai akhir tahun untuk mengetahui berapa sebenarnya plant overhead expenses yang dikeluarkan. Pemakaian tarif yang ditentukan lebih dahulu memungkinkan pimpinan perusahaan untuk menghitung harga pokok produk jadi pada saat penjualan, dan ini tentu saja sangat penting dalam penentuan politik dan kebijaksanaan harga. Selain dari itu, adanya pemakaian tarif yang ditentukan lebih dahulu membuka kemungkinan bagi perusahaan untuk mengawasi serta menganalisis sebab-sebab turun naiknya biaya per unit.
a.  Dasar yang dipergunakan
     Dalam menentukan plant overhead dapat digunakan sebagai dasar perincian dalam menghitung biaya plant overhead sebagai berikut :
-     Jumlah satuan yang diproduksikan
-     Jumlah biaya-biaya bahan
-     Jumlah biaya upah langsung
-     Jumlah jam upah langsung
-     Jumlah jam mesin.
b.   Tingkat kegiatan yang digunakan
      Perusahaan dapat menggunakan tingkat kapasitas yaitu (tingkat kapasitas produksi)
-     Kapasitas normal (normal capacity)
      Bila perusahaan menggunakan tingkat kapasitas normal sebagai dasar,   dikatakan bahwa perusahaan melakukan pendekatan secara jangka panjang.     Dalam jangka panjang dapat kita harapkan bahwa tingkat produksi suatu       perusahaan akan merata.
-     Kapasitas sebenarnya yang diharapkan (expected actual capacity)
      Bila perusahaan melakukan pendekatan jangka pendek, tarif  plant overhead    akan didasarkan pada tingkat kapasitas sebenarnya yang diperkirakan akan             tercapai pada periode produksi yang berikutnya. Pemakaian tingkat kapasitas         yang diharapkan sering dilakukan, karena sukarnya menentukan tingkat      kapasitas normal.
c.   Penentuan tarif
      Penentuan plant overhead dapat dihitung berdasarkan :
-     Untuk pabrik secara keseluruhan (Plant wide atau Blanket rate) dalam hal         demikian dikatakan bahwa tarif yang digunakan adalah tarif yang menyuluruh.
-     Untuk tiap-tiap bagian produksi (departmental rate).
      Muliady (2009) menambahkan bahwasanya perusahaan yang melaksanakan aktivitas suatu produk akan dibebani biaya overhead pabrik disamping biaya-biaya lain yang lebih penting. Dalam perusahaan yang produksinya berdasar pesanan, biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk atas dasar tarif yang   telah ditentukan. Alasan penggunaan tarif yang telah ditentukan untuk memperhitungkan biaya overhead pabrik ke dalam harga pokok produk adalah kebutuhan manajemen akan informasi harga pokok produk yang tidak dipengaruhi oleh adanya: perubahan tingkat kegiatan produksi yang bersifat sementara, perubahan tingkat efisiensi produksi, terjadinya biaya overhead yang bersifat sporadik, dan adanya biaya overhead yang terjadinya hanya pada saat-saat tertentu saja.
            Disamping itu, dalam perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan, manajemen memerlukan informasi harga pokok produk per satuan pada saat pesanan selesai dikerjakan, sedangkan beberapa elemen biaya overhead pabrik ada yang baru dapat diketahui jumlahnya dengan pasti pada akhir periode. Dengan demikian, penggunaan tarif biaya overhead pabrik yang ditentukan di muka untuk membebankan jenis biaya tersebut kepada produk, merupakan sesuatu keharusan (Muliady, 2009).
            Ada tiga tahap yang harus dilakukan untuk menghitung tarif biaya overhead pabrik: menyusun anggaran biaya overhead pabrik, memilih dasar pembebanan, dan menghitung tarif biaya overhead pabrik. Dasar yang dapat dipakai sebagai dasar pembebanan biaya overhead pabrik kepada produk adalah: satuan produk, biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, jam tenaga kerja langsung dan jam mesin (Muliady, 2009).
2.2.4.2   Biaya Pengeluaran Umum (General Expence Cost)
              Total dari biaya pengeluaran umum (General Expence Cost) ini adalah jumlah dari keseluruhan biaya–biaya berikut :
a.       Biaya pengeluaran untuk keperluan administrasi seperti (kertas, perangko, materai, biaya telepon, telegram)
b.      Biaya distribusi dan pemasaran  (Peters, 1991).




2.2.5    Metode Evaluasi keuangan Pabrik
            Menurut Van H (2005) Keputusan investasi merupakan keputusan manajemen keuangan yang paling penting di antara ketiga keputusan jangka panjang yang diambil manajer keuangan. Disebut penting, karena selain penanaman modal pada bidang usaha yang membutuhkan modal yang besar, juga keputusan tersebut mengandung risiko tertentu, serta langsung berpengaruh pada nilai perusahaan. Pada umumnya, langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pengambilan keputusan investasi adalah sebagai berikut:
1. Adanya usulan investasi (proposal investasi).
2. Memperkirakan arus kas (cash flow) dari usulan investasi
tersebut.
3. Mengevaluasi profitabilitas investasi dengan menggunakan
beberapa metode penilaian kelayakan investasi.
4. Memutuskan menerima atau menolak usulan investasi
     tersebut.
1.        Metode NPV
            Net Present Value (NPV) atau nilai sekarang bersih adalah analisis manfaat finansial yang digunakan untuk mengukur layak tidaknya suatu usaha dilaksanakan dilihat dari nilai sekarang (present value) arus kas bersih yang akan diterima dibandingkan dengan nilai sekarang dari jumlah investasi yang dikeluarkan. Arus kas bersih adalah laba bersih usaha ditambah penyusutan, sedang jumlah investasi adalah jumlah total dana yang dikeluarkan untuk membiayai pengadaan seluruh alat-alat produksi yang dibutuhkan dalam menjalankan suatu usaha. Jadi, untuk menghitung NPV dari suatu usaha diperlukan data tentang: (1) jumlah investasi yang dikeluarkan, dan (2) arus kas bersih per tahun sesuai dengan umur ekonomis dari alat-alat produksi yang digunakan untuk menjalankan usaha yang bersangkutan (Usman dkk, 2009).
            Konsep net present value merupakan metode evaluasi investasi yang menghitung nilai bersih saat ini dari uang masuk dan keluar dengan tingkat diskonto atau tingkat imbal hasil yang disyaratkan. Investasi yang baik mempunyai nilai bersih saat ini yang positif (Shook, 2002).
Secara umum ada anggapan bahwa metode net present value merupakan kriteria seleksi kuantitatif yang paling baik sehingga paling sering digunakan untuk menilai kelayakan suatu usulan investasi. Namun ada kalanya perusahaan dalam proses pembuatan keputusan investasi tidak hanya menggunakanmetode net present value tetapi juga menggunakan metodemetode lainnya secara bersama-sama (Van H, 2005).
Metode ini adalah metode yang mengurangkan nilai sekarang dari uang dengan aliran kas bersih operasional atas investasi selama umur ekonomis termasuk terminal cash flow dengan initial cash flow (initial investment). Metode ini memperhatikan nilai waktu uang, maka arus kas masuk (cash inflow) yang digunakan dalam menghitung net present value (nilai sekarang bersih) adalah arus kas masuk yang didiskontokan atas dasar discount rate tertentu (biaya modal, opportunity cost, tingkat bunga yang berlaku umum). Selisih antara present value penerimaan kas dengan present value pengeluaran kas dinamakan Net Present Value (Van H, 2005).
Kriteria keputusan:
·         Jika NPV bertanda positif (NPV > 0), maka rencana investasi
diterima.
·         Jika NPV bertanda negatif (NPV < 0), maka rencana investasi
ditolak.
Menurut Van H (2005) NPV memiliki keunggulan dan kelemahan sebagai berikut :
Keunggulan metode NPV
a)  Memperhitungkan nilai waktu dari uang.
b) Memperhitungkan arus kas selama usia ekonomis proyek.
c) Memperhitungkan nilai sisa proyek.

Kelemahan metode NPV
a) Manajemen harus dapat menaksir tingkat biaya modal yang relevan selama usia ekonomis proyek.
b) Jika proyek memiliki nilai invetasi inisial yang berbeda, serta usia ekonomis yang juga berbeda, maka NPV yang lebih besar belum menjamin sebagai proyek yang lebih baik.
c) Derajat kelayakan tidak hanya dipengaruhi oleh arus kas, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor usia ekonomis proyek       
             Suku bunga adalah harga yang harus dibayar bank atau peminjam lainnya untuk pemanfaatan uang selama suatu jangka waktu tertentu. Suku bunga ummnya ditetapkan pertahun yaitu jumlah bunga yang harus dibayarkan bila suatu uang dipinjam untuk satu tahun (Paul dkk, 1985).
2.    Metode Perhitungan Titik Impas (Break Event Point)
            Suatu perusahaan dikatakan break event apabila setelah dibuat perhitungan laba rugi dari suatu periode kerja atau dari suatu kegiatan tertentu, perusahaan itu tidak memperoleh laba tetapi juga tidak mengalami kerugian. Untuk menghitung titik impas dilakukan dengan cara coba-coba terhadap kapasitas produksi pabrik (Peters, 1991) kemudian Sutojo (1993) menambahkan bahwasanya kapasitas produksi yang dimaksud adalah kapasitas produksi ekonomis yaitu volume atau jumlah satuan produk yang dihasilkan selama satu satuan waktu tertentu secara menguntungkan.
            Break event point adalah suatu keadaan dimana dalam suatu operasi perusahaan tidak mendapat untung maupun rugi sehingga impas (penghasilan = total biaya) (Apriono , 2009).
            BEP sangat penting dalam membuat usaha agar tidak mengalami kerugian, baik usaha jasa atau manufaktur, manfaat  dari BEP  adalah :
-          Alat perencanaan untuk menghasilkan laba
-          Memberikan informasi mengenai berbagai tingkat volume penjualan,  serta hubungannya dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan yang bersangkutan.
-          Mengevaluasi laba dari perusahaan secara keseluruhan
-          Mengganti sistem laporan yang tebal dengan grafik yang mudah dibaca dan     dimengerti (Apriono, 2009).
            Analisis BEP bertujuan menemukan satu titik baik dalam unit maupun rupiah yang menunjukan biaya sama dengan pendapatan. Dengan mengetahui titik tersebut, berarti belum diperoleh keuntungan atau dengan kata lain tidak untung tidak rugi. Sehingga disaat penjualan melebihi BEP maka mulailah keuntungan diperoleh (Iman, 2007).
Sasaran analisis BEP mengetahui pada tingkat volume berapa titik impas berada. Dalam kondisi lainnya, analisis BEP digunakan untuk membantu pemilihan jenis produk atau proses dengan mengidentifikasi produk atau proses yang mempunyai total biaya terendah untuk suatu volume harapan (Iman, 2007).
Metodologi break even analysis sekali lagi menjelaskan bahwa metode ini dapat membantu pengusaha untuk menentukan berapa banyak barang yang harus diproduksi dan penentuan harga per unit agar perusahaan tersebut dapat mencapai titik impasnya sehingga tidak loss. Dan apabila perusahaan ingin bersaing dengan kompetitornya dipasar, maka perusahaan tersebut harus bisa mengatur strategi agar harga yang ditetapkan dapat bersaing tanpa harus menanggung loss, misalnya dengan cara menekan variable cost agar lebih efisien lagi (Febri, 2010).
Setelah kita mengetahui manfaat dari BEP dalam suatu usaha komponen yang berperan adalah biaya, dimana biaya yang dimaksud adalah biaya variabel dan biaya tetap, dimana pada prakteknya untuk memisahkan atau menentukan suatu biaya variabel atau tetap bukanlah pekerjaan yang mudah, Biaya tetap adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk keperluan produksi atau tidak, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan satu unit produksi tetapi jika  tidak melakukan kegiatan produksi maka biaya tersebut dianggap tidak ada (Apriono, 2009).
3.    Metode Internal Rate of Return
            Internal rate of return adalah perhitungan yang penting sering digunakan untuk menentukan apakah suatu investasi yang berharga. Investasi umumnya dianggap berharga jika internal rate of return lebih besar daripada kembalinya dari rata-rata peluang investasi yang sama, atau jika lebih besar daripada biaya modal kesempatan (Investor Words, 2010). Peters (1991) menambahkan   Internal Rate of Return adalah tingkat suku bunga dari suatu proyek dalam jangka waktu tertentu, yang bila digunakan untuk mencari harga sekarang dari penerimaan maupun pengeluaran sama dengan jumlah investasi yang ditanam.
            IRR adalah suatu tingkat diskonto yang menyebabkan present value biaya (cash outflow) sama dengan present value nilai terminal, di mana nilai terminal adalah future value dari arus kas masuk (cash inflow) yang digandakan dengan biaya modal (Van H, 2005).
4.    Metode Pay back Periode
         Apabila kita telah mengumpulkan informasi yang diperlukan, kita sekarang dapat menilai atau mengevaluasi layak tidaknya suatu usulan proyek. Karena pengkajian ini hanya membahas berbagai konsep dasar dari pengujian usulan investasi tidaklah berbeda dengan resiko perusahaan saat ini. Tingkat pengembalian modal memberikan gambaran besarnya jumlah uang yang diterima kembali perusahaan karena melakukan investasi dalam modal yang diukur dalam rupiah pertahun dari setiap rupiah yang diinvestasikan (Paul dkk., 1985).
            Dengan demikian, penerimaan suatu proyek investasi baru tidak akan merubah resiko total perusahaan. Pada pengkajian ini kita hanya akan membahas pendekatan untuk menentukan layak tidaknya suatu usulan investasi tersebut. Pendekatan atau metode-metode tersebut adalah Metode Payback/Periode Pengembalian (Hoqqie, 2009).
            Payback Periode menunjukkan berapa lama (dalam beberapa tahun) suatu investasi akan bisa kembali. Payback Periode menunjukkan perbandingan antara “initial investment” dengan aliran kas tahunan. Apabila periode payback kurang dari suatu periode yang telah ditentukan proyek tersebut diterima, apabila tidak proyek tersebut ditolak. Jangka waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi melalui penerimaan–penerimaan yang dihasilkan oleh proyek investasi tersebut juga untuk mengukur kecepatan kembalinya dana investasi (Hoqqie, 2009).
            Payback period adalah suatu metode berapa lama investasi akan kembali atau periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan menggunakan aliran kas, dengan kata lain payback period merupakan rasio antara initial cash investment dengan cash flownya yang hasilnya merupakan satuan waktu. Suatu usulan investasi akan disetujui apabila payback period-nya lebih cepat atau lebih pendek dari payback period yang disyaratkan oleh perusahaan (Van H, 2005).
            Giatman (2006) menambahkan analisis payback period pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui seberapa lama (periode) investasi akan dapat dikembalikan saat terjadinya kondisi pulang pokok (Break Event Point).
     Menurut Hoqqie (2009) Payback Method memiliki kelebihan dan kelemahan sebagai berikut :
A.      Kelebihan dan Kelemahan Payback Method
Kelebihan Payback Method
1.        Digunakan untuk mengetahui jangka waktu yang diperlukan untuk
pengembalian investasi dengan resiko yang besar dan sulit.
2.        Dapat digunakan untuk menilai dua proyek investasi yang mempunyai
rate of return dan resiko yang sama, sehingga dapat dipilih investasi
yang jangka waktu pengembaliannya cepat.
3.        Cukup sederhana untuk memilih usul-usul investasi (Hoqqie, 2009).
Kelemahan Payback Method
1)      Tidak memperhatikan nilai waktu dari uang
2)      Tidak memperhitungkan nilai sisa dari investasi
3)      Tidak memperhatikan arus kas setelah periode pengembalian tercapai (Hoqqie, 2009).


5.        Metode B/C Ratio
            Metode Benefit cost Ratio (BCR) adalah salah satu metode yang sering digunakan dalam tahap-tahap evaluasi awal perencanaan investasi atau sebagai analisis tambahan dalam rangka mengvalidasi hasil evaluasi yang telah dilakukan dengan metode lainnya. Metode BCR memberikan penekanan terhadap nilai perbandingan antara aspek manfaat (Benefit) yang akan diperoleh dengan aspek biaya dan kerugian yang akan ditanggung (cost) dengan adanya investasi tersebut (Giatman, 2006).
Metode B/C didefinisikan sebagai perbandingan (rasio) nilai ekivalen dari manfaat terhadap nilai ekivalen dari biaya-biaya. Nama lain rasio B/C adalah rasio investasi-penghematan. Keuntungan atau manfaat (benefit) didefinisikan sebagai konsekuensi-konsekuensi proyek yang diinginkan oleh publik. Biaya (cost) adalah pembayaran atau pengeluaran keuangan yang dibutuhkan dari pemerintah (Ratnawidja, 2010).
info lebih lanjut hubungi adiesoccer@yahoo.com